VII. Data Pengamatan
7.1 Kromatografi
Lapis Tipis
Perlakuan
|
Pengamatan
|
Disiapkan plat
TLC
|
|
Sampel yang akan
diuji diekstraki dengan metanol:
a.
Buah naga
b.
Bayam
c.
Nanas
d.
Kembang
kertas
e.
Semangka
f.
Wortel
g.
Pepaya
h.
Kentang
i.
Tomat
j.
Kembang
sepatu
|
Hasil dari
ekstraksi sampel dengan metanol yaitu:
a.
Larutan
berwarna merah keunguan
b.
Larutan
berwarna hijau
c.
Larutan
berwarna kuning
d.
Larutan
berwarna merah pudar
e.
Larutan
berwarna merah jernih
f.
Larutan
berwarna oren
g.
Larutan
berwarna oren
h.
Larutan
berwarna hitam
i.
Larutan
berwarna oren pudar
j.
Larutan
berwarna merah
|
Sampel yang telah
diekstraksi ditotolkan ke plat TLC kemudian plat dimasukkan kedalam chamber
yang berisi eluen (n-heksana : etil asetat = 2 ml : 1 ml). Diukur noda yang
bergerak
a.
Buah naga
b.
Bayam
c.
Nanas
d.
Kembang
kertas
e.
Semangka
f.
Wortel
g.
Pepaya
h.
Kentang
i.
Tomat
j.
Kembang
sepatu
|
a.
Noda
bergerak dengan jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
b.
Jarak noda
0,3 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
c.
Jarak noda
3,8 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
d.
Jarak noda
2,5 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
e.
Jarak noda
3,7 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
f.
Jarak noda
3,9 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
g.
Jarak noda
3,8 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
h.
Jarak noda 0
cm dan jarak pelarut 4,5 cm
i.
Jarak noda
4,1 cm dan jarak pelarut 4,7 cm
j.
Jarak noda 4
cm dan jarak pelarut 4,7 cm
|
8.2 Kromatografi Kolom
No.
|
Sampel
|
Banyak
botol
|
Warna
|
Hasil
TLC
|
1
|
Buah naga
|
6 botol
|
Bening semua
|
Tidak ada noda ang bergerak
|
2
|
Bayam
|
4 botol
|
1 (bening) 2 (Hijau) 3 (hijau pudar ) 4
(bening)
|
Noda tidak ada yang bergerak tetapi tapi noda
1,2,3 terlihat berwarna kekuningan pada garis bawah plat.
|
3
|
Nanas
|
3 botol
|
1 (bening) 2 (kuning keruh ) 3 (bening)
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
4
|
Bunga kertas
|
5 botol
|
1 ( bening ) 2 ( terdapat seperti minak ) 3 ( agak
keruh ) 4 dan 5 (bening )
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
5
|
Semangka
|
3 botol
|
1 (bening) 2 ( keruh ) 3 (bening)
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
6
|
wortel
|
3 botol
|
1 (bening) 2 ( kuning cerah ) 3 (bening)
|
Noda 1dan 3 tampak berwarna krim pada garis bawah
tapi tidak bergerak
|
7
|
pepaya
|
4 botol
|
1 (bening) 2 (kekuninga) 3 dan 4 (bening)
|
Noda satu tak terjadi apa2. Noda 2 dan 4 tampak
noda krim pada garis bawah dan pada noda 3 bergerak naik dengan warna krim
|
8
|
Kentang
|
4 botol
|
1 (bening) 2 ( kuning keruh ) 3 dan 4 (bening)
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
9
|
Tomat
|
3 botol
|
1 (bening) 2 (kemerahan) 3 (bening)
|
Pada noda ketiga berwarna abu2 dan bergrak naik ke
atas
|
10
|
Bunga sepatu
|
4 botol
|
1 (bening) 2 dan 3(keruh) 4 ( keruh pudar )
|
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
|
VIII. Pembahasan
Kromatografi
merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan suatu caampuran zat menjadi
kompponen-komponen penyusun dari campuran zat tersebut, sehingga
komponen-komponen dari campuran tersebut dapat di analisis secara mendalam.
Kromatografi sendiri memiliki beberapa jenis yaitu: kromatografi lapis tipis,
kromatografi cair, kromatografi gas, kromatografi penukar ion dan kromatografi
afinitas. Khromatograsi merupakan suatu komponen yang menyususn zat dimana
dalam penyusunannya terletak pada perbedaan afinitas dari setiap jenis analit
(komponen yang telah terpisah melalui proses kromatografi) terhadap fasa diam
dan fasa gerak. suatu daya adsorpsi terhadap fasa diam dan suatu kelarutan dari
analit terhadap fasa gerak yang digunakan merupakan suatu tentuan untuk
afinitas dari suatu analit (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/).
8.1 Kromatografi Lapis Tipis
Pada percobaan ini digunakan 10 sampel tanaman
yaitu buah naga, bayam, nanas, kembang kertas, semangka, wortel, pepaya,
kentang, tomat dan kembang sepatu. Sebelum sampel digunakan, sampel terlebih
dahulu diekstraksi dengan menggunakan metanol. Pada kromatografi lapis tipis ini bertujuan
untuk mendeteksi suatu sampel dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolarannya. Pada kromatografi lapis tipis ini digumakam
fasa diam dan fasa gerak dimana fasa geraknya yang kami gunakan yaitu plat TLC
dan fasa gerak (eluen) kami menggunakan 2 ml n-heksana : 1 ml etil asetat.
Pertama kami memotong plat TLC dengan ukuran 5 x 3 cm yang kemudian plat
tersebut digarisi dengan jarak 0,5 cm dari ukuran dibawah plat. Kemudian sampel
yang telah diekstraksi dengan menggunakan metanol tadi ditotolkan ke plat TLC.
Disini kami menggunakan 4 sampel sekaligus dalam 1 plat TLC. Dimana pada
percobaan pertama plat TLC ditotolkan dengan buah naga, bayam, nanas dan
kembang kertas, penotolan sampel disini kami menggunakan pipa kapiler yang
kecil agar mempermudah penotolan. Sebelum digunakan pipa kapiler terlebih
dahulu dicuci yang bertujuan untuk mensterilkan pipa kapiler, dengan cara
mencelupkan pipa kapiler ke dalam campuran larutan etanol : metanol : kloroform
: etil asetat : n-heksana : aseton dan kemudian pipa dilap dengan menggunakan
tisu. Setiap selesai dilakukannya penotolah pipa harus dicuci lagi dengan
campuran larutan tersebut. Setelah semua sampel ditotolkan ke plat, kemudian
plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen (n-heksana : etil asetat) dan
ditunggu beberapa saat sampai noda maupun pelarut bergerak keatas. Setelah itu
plat dikeluarkan, dikeringkan dan disinari dengan sianar UV agar noda yang
bergerak dapat dilihat dengan jelas. Pada percobaan pertama ini didapat jarak
pelarut yang naik keatas adalah 4,8 cm dan jarak noda yang ditempuh sampel buah
naga 3,9 cm, bayam 0,3 cm, nanas 3,8 dan kembang kertas 2,5 cm dari jarak-jarak
noda yang didapat ini dapat kita lihat bahwa jarak noda dari buah naga yang
hampir mendekati jarak pelarut.
Percobaan
kedua dilakukan dengan menotolkan empat sampel berikutnya ke plat TLC yaitu
semangka, wortel, pepaya dan kentang. Sama dengan proses penotolan pertama
tadi, penotolan dilakukan dengan bantuan pipa kapiler dan setelah itu plat
dimasukkan kedalam fasa gerak (n-heksana : etil asetat) didiamkan beberapa saat
sampai pelarut bergerak naik dengan sempurna, setelah pelarut tidak lagi
bergerak naik plat dikeluarkan dari
chamber yang kemudian dikeringkan. Setelah kering plat disisnari dengan sinar
UV sehingga noda-noda yang bergerak terlihat dengan jelas. Pada percobaan kedua
ini didapat jarak pelarut setinggi 4,5 cm dan jarak noda-noda pada sampel yaitu
semangka 3,7 cm, wortel 3,9 cm, pepaya 3,8 cm dan pada sampel kentang noda
tidak bergerak.
Percobaan
ketiga dilakukan dengan menotolkan 2 sampel terakhir yaitu tomat dan kembang
sepatu. Perlakuan yang dilakukan pada 2 sampel ini sama dengan perlakuan pada
sampel-sampel sebelumnya yang ditotolkan ke palat TLC kemudian di rendam dengan
fasa gerak dan setelah itu disinari dengan sinar UV. Sehingga pada percobaan
yang terakhir ini didapat jarak pelarut yang naik sebesar 4,7 cm dan jarak noda
pada tomat 4,1 cm dan jarak noda kembang sepatu yaitu 4 cm.
Dari
jarak-jarak pelarut dan juga jarak-jarak noda pada sampel yang telah kami
dapati ini maka dapat dicari nilai Rf dari tiap-tiap sampel. Jika semakin besar
nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut
pada plat TLC. Untuk mencari nilai Rf pada sampel-sampel yang telah diuji dapat
menggunakan persamaan:
8.2 Kromatgrafi kolom
Pada kromatografi kolom ini bertujuan untuk
memisahkan zat campuran dengan bantuan fasa gerak dan fasa diam dimana fasa
diam akan menahan komponen campuran yang terkandung didalam zat / sampel
sedangkan fasa gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah
tertahan pada fasa diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut
dalam fasa gerak akan ikut turun. Pada kromatografi kolom ini digunakan 10
sampe tanaman yaitu: buah naga, bayam,
nanas, kembang kertas, semangka, wortel, pepaya, kentang, tomat dan kembang
sepatu. Sebelumnya alat yang digunakan yaitu kromatografi kolom disiapkan
terlebih dahulu. Terlebih dahulu kolom disumbat dengan menggunakan kapas,
kemudian kedalam kolom dimasukkan n-heksana yang bertujuan untuk mencuci atau
membersihkan kolom yang akan digunakan. Kemudian untuk fasa diam yang kami
gunakan pada kromatografi kolom ini adalah silika gel halus yang dicampurkan
dengan larutan n-heksana. Sedangkan untuk fasa geraknya digunakan berbagai
macam pelarut yang disesuaikan dengan sampel yang akan diuji.
· Pengujian pertama
terhadap sampel / ekstrak buah naga, kolom terlebih dahulu di siapkan dengan
menyumbat kolom dengan kapas lalu di bersihkan dengan larutan n-heksana.
Kemudian kolom dimasukkan campuran dari silika gel dan larutan n-heksana sampai
silika gel memadat didalam kolom kurang lebih stengah dari tinggi kolom. Lalu
sampel buah naga sebelum dimasukkan kedalam kolom terlebih dahulu dicampur
dengan silika gel dimana sampel buah
naga dimasukkan kedalam cawan petri yang kemudian ditambahkan dengan
satu sudip silika gel halus sampai sampel buah naga seperti butir-butir padat.
Tujuan ditambahkannya silika gel pada sampel bertujuan agar sampel dapat lebih
mudah dipadatkan di dalam kolom. Setelah sampel berbentuk seperti butir-butir
padat dan tidak dalam bentuk cairan lagi sampel dimasukkan kedalam kolom yaitu
diatas dari fasa diamnya, sampel dipadatkan dimana tinggi dari sampel kurang
lebih 3 cm. Pada sampel buah naga ini eluen atau fasa gerak yang diguanakan
yaitu n-heksana : etil asetat. Kemudian pelarut dialirkan / diamasukkan kedalam
kolom dengan perbandingan pelarut nya 8 :1, sebelum eluen dialirkan kedalam
kolom terlebih dahulu dibawah ujung kolom diletakkan botol kecil untuk
menampung pelarut yang keluar dari kolom. Botol tersebut diganti setiap pelarut
yang turun berubah warna atau warna dari sampel turun. Pada pemasukkan eluen
pertama dengan perbandingan 8:1 warna dari sampel belum ada yang turun sampai
eluen habis. Karena warna pada sampel belum turun dibuat kembali eluen dengan
perbandingan 16 : 2, disini eluen dengan perbandingan 16 : 2 kami buat dua kali
karena pada perbandingan pertamanya sampel hanya turun sedikit dan pada
perbandingan kedua sampel hanya turun sampai setengah dari silika gel. Kemudian
dibuat kembali eluen dengan perbandingan 15 :5 pada eluen terakhir ini sampai
eluen habis warna pada sampel tetap belum turun sampai bawah. Lamanya sampel
turun mungkin dapat disebabkan karena kurang cocoknya eluen yang digunakan
untuk sampel buah naga ini dan juga sampel terikat sangat kuat dengan silika
gel sehingga sampel turun dengan lama. Pada sampel buah naga ini didapat total
5 botol kecil, pergantian botol pada sapel buah naga ini di setiap penambahan
atau pergantian perbandingan pelarut karna pada buah naga ini sampel tidak
turun.
Setelah sampel buah naga dilakukan dengan
kromatografi kolom dan didapat 5 botol pelarut hasil kolom, botol tersebut
disimpan selama seminggu. Kemudian hasil pada kolom tersebut dilakukan lagi uji
TLC. Pada uji TLC disini perlakuannya hampir sama dengan uji TLC pada percobaan
pertama. Pada sampel buah naga ini eluen yang digunakan adalah n-heksana : etil
asetat dengan perbandingan 3 : 2. Urutan penotolan pada plat tlc yaitu crude
(ekstrak sampel sebelum dilakukan uji kromatografi kolom) lalu baru diurutkan
setiap botol hasil kolom.
Sebelum
ditotolkan pada plat TLC setiap botol ditetesi dengan 1 tetes metanol setelah
itu baru ditotolkan. Kemudian plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen
untuk sampel buah naga ini. Setelah diuji tampak pada plat TLC hanya crude saja
yang bergerak naik sedangkan pada botol 1-5 tidak ada noda yang bergerak. Hal
ini kemungkinan dapat disebabkan karena pada saat proses kromatografi kolom
sampel dari buah naga tidak ada yang turun sampai kebawah oleh sebab itu saat
di TLC noda tidak ada.
· Pengujian kedua
terhadap sampel / ekstrak bayam, sama dengan pengujian terhadap buah naga kolom
terlebih dahulu disiapkan dan kolom diisi dengan campuran silika gel dan
n-heksana sampai silika gel memadat setinggi kurang lebih stengah dari kolom.
Sampel bayam yang berwarna hijau dimasukkan kedalam cawan petri yang kemudian
ditambahkan dengan silika gel sampai sampel bayam seperti butir-butir padat.
Setelah itu sampel bayam dimasukkan kedalam kolom dan di padatkan. Pada
kromatografi kolom untuk sampel bayam ini digunakan eluen n-heksana : etil asetat
dengan perbandingan 5 : 10. Setiap pelarut yang turun dan berubah warna
ditampung dengan botol yang berbeda. Sehingga pada sampel bayam ini total botol
yang didapatkan sebanyak 5 botol dimana pada botol pertama pelarut masih
berwarna bening, botol kedua pelarut berwarna hijau, botol ketiga pelarut
berwarna hijau pudar sedangkan pada botol ke 4 dan ke 5 pelarut kembali
berwarna bening.
Kemudian
pelarut yang didapat tersebut dilakukan uji TLC, sama seperti sebelumnya setiap
botol hasil dari kromatografi kolom pada bayam tersebut di tetesi dengan 1
tetes metanol. Pada TLC bayam ini eluen yang digunakan yaitu n-heksana : etil
asetat dengan perbandingan 3 : 2. Pada plat TLC ditotolkan crude bayam dan
kelima botol pelarut tersebut. Setelah di uji pada plat TLC tersebut terlihat
bahwa tidak ada noda yang bergerak tetapi pada totolan botol 1-3 noda terlihat
digaris namun tidak bergerak.
·
Pengujuan ketiga
terhadap sampel / ekstrak nanas, alat kromatografi kolom disiapkan disumbat
dengan kapas dan kemudian diisi dengan fasa diam berupa silika gel. Fasa diam
diisi sampai stengah dari kolom. Ekstrak nanas berwarna kuning dicampurkan
terlebih dahulu dengan silika gel kemudian dimasukkan kedalam kolom dan
dipadatkan. Pada sampel nanas ini fasa gerak yang digunakan yaitu kloroform :
metanol dengan perbandingan 3 : 1. Pada kromatografi kolom ini dihasilkan 3
botol yang berisi pelarut dimana pada botol pertama berwarna bening dikarenakan
pada botol pertama ini sampel nanas belum turun. Sedangkan pada botol kedua
pelarut berubah menjadi keruh, perubahan warna larutan ini disebabkan karena
silika gel yang digunakan sebagai fasa geraknya pecah bukan dari warna sampel.
Sedangkan pada botol ketiga pelarut kembali berubah warna menjadi bening.
Kemudian
pelarut yang didapatkan pada setiap botol tersebut dilakukan uji TLC. Sebelumnya kedalam ketiga botol tersebut
ditambahkan dengan satu tetes metanol. Kemudian crude dan pelarut pada setiap
botol tersebut di totolkan pada plat TLC. Untuk fasa gerak pada TLC nanas ini
digunakan kloroform : metanol dengan perbandingan 2 : 1. Setelah dilakukan TLC
tidak tampak sedikitpun noda yang bergerak, kemungkinan hal ii disebabkan karna
pada saat proses kolom sampel belum turun dan juga pada saat proses kolom
silika yang digunakan pecah sehingga menyebabkan tidak ada noda yang bergerak.
·
Pengujian keempat
terhadap sampel / ekstrak kembang kertas, alat kromatografi kolom disiapkan
disumbat dengan kapas dan kemudian diisi dengan fasa diam berupa silika gel.
Fasa diam diisi sampai stengah dari kolom. Ekstrak kembang kertas yang berwarna
merah muda ini dicampurkan terlebih dahulu dengan silika gel kemudian baru
dimasukkan kedalam kolom. Pada kromatografi kolom kembang kertas ini fasa gerak
atau eluen atau pelarut yang digunakan adalah kloroform. Pada kromatografi ini
dihasilkan 5 botol pelarut dimana pada botol pertama pelarut bening, botol
kedua pelarut bening berminyak, botol ketiga pelarut keruh dan botol keempat
dan kelima pelarut bening. Pada kromatografi kolom kembang kertas ini warna
dari sampel yang turun tampak terlihat di silika gel berwarna hijau.
Kemudian
pelarut yang didapatkan pada setiap botol di tetesi dengan satu tetes metanol
yang kemudian dilakukan uji TLC. Kemudian baik crude maupun pelarut pada setiap
botol ditotolkan pada plat. Pada TLC kembang kertas ini pelarut yang digunakan
atau fasa geraknya yaitu metanol 100%. Setelah dilakukan TLC noda pada
botol-botol pelarut tidak ada yang bergerak, noda yang bergerak hanyalah noda
pada crude kembang sepatu.
·
Pengujian kelima
terhadap sampel / ekstrak buah semangka, alat kolom disipakan dan pada kolom
diisi dengan campuran n-heksana dan silika gel yang berguna sebagai fasa diam.
Silika gel dipadatkan sampai stengah dari kolom. Ekstrak semangka dicampurkan
dengan silika gel sampai berbentuk butir-butir padat kemudian barulah
dipadatkan didalam kolom. Pelarut atau eluen yang digunakan adalah
perbanadingan antara n-heksan : etil asetat dengan perbandinga 3 : 2. Pada
kromatografi kolom dengan ekstrak semangka ini didapat 3 botol yang berisi
pelarut dimana pada botol pertama pelarut berwarna bening dan juga sampel mulai
turun. Pada botol kedua pelarut berwarna kuning pudar dan pada botol ketiga
pelarut kembali bening.
Kemudian hasil
dari kromatografi kolom tersebut diuji kembali dengan kromatografi lapis tipis.
Crude dan pelarut-pelarut disetiap botol ditotolkan pada plat TLC, sebelumnya
disetiap botol ditetesi terlebih dahulu dengan 1 tetes metanol. Eluen yang
digunakan pada TLC ini yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2.
Setelah di TLC didapatkan bahwa hanya noda crude yang bergenak naik sedangkan
noda pada setiap botol pelarut tidak ada yang bergenak. Noda crude yang
bergerak disini berwarna kuning.
·
Pengujuan keenam
terhadap sampel / ekstrak wortel, dimasukkan ekstrak wortel yang telah
dicampurkan dengan silika gel kedalam kolom. Sebelumnya kolom telah disumbat
dengan kapas dan telah berisi fasa diam. Fasa gerak atau pelarut yang digunakan
pada ekstrak wortel ini n-heksana : etil asetat perbandingan 3 : 2. Pada
kromatografi kolom wortel ini didapat 3 botol pelarut. Dimana pada botol
pertama pelarut berwarna bening, botol kedua pelarut berwarna kuning cerah, dan
pada botol ketiga pelarut bening.
Kemudaian
pelarut-pelarut yang terdapat pada botol tersebut disimpan selama seminggu yang
kemudian akan dilakukan uji TLC. Pada sampel wortel ini eluen yang digunakan
n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2. Pada setiap botol yang
berisi pelarut tersebut ditetesi dengan1 tetes metanol kemudian barulah
dittotolkan pada plat TLC. Setelah dilakukan TLC pada ekstrak dan juga pelarut
wortel tersebut didapatkan bahwa noda pada crude bergerak dan pelarut pada
botol 1 dan 3 noda terlihat. Noda pada crude bergerak naik dengan warna pada
noda kuning sedangkan pada pelarut botol 1 dan botol 3 noda tidak bergerak naik
akan tetapi noda tampak terlihat pada garis bawah plat TLC dengan warna noda
cream.
·
Pengujian ketujuh
terhadap sampel / ekstrak pepaya, sama dengan pengujian terhadap
sebelum-sebelumnya kolom terlebih dahulu disiapkan dan kolom diisi dengan
campuran silika gel dan n-heksana sampai silika gel memadat setinggi kurang
lebih stengah dari kolom. Sampel pepaya dimasukkan kedalam cawan petri yang
kemudian ditambahkan dengan silika gel sampai sampel pepaya seperti butir-butir
padat. Setelah itu sampel pepaya dimasukkan kedalam kolom dan di padatkan. Pada
kromatografi kolom untuk sampel pepaya ini digunakan eluen n-heksana : etil
asetat dengan perbandingan 3 : 2. Setiap pelarut yang turun dan berubah warna
ditampung dengan botol yang berbeda. Sehingga pada sampel pepaya ini total botol
yang didapatkan sebanyak 4 botol dimana pada botol pertama pelarut masih
berwarna bening, botol kedua pelarut berwarna kuning kekuningan, botol ketiga dan
botol keempat pelarut bening.
Kemudian
pelarut yang didapat tersebut dilakukan uji TLC, sama seperti sebelumnya setiap
botol hasil dari kromatografi kolom pada pepaya tersebut di tetesi dengan 1
tetes metanol. Pada TLC pepaya ini eluen yang digunakan yaitu n-heksana : etil
asetat dengan perbandingan 3 : 2. Pada plat TLC ditotolkan crude pepaya dan keempat
botol pelarut tersebut. Setelah di uji pada plat TLC tersebut terlihat bahwa noda
pada crude bergenak naik dengan warna oren pudar dan noda botol pelarut 3 juga
bergerak dengan warna cream pudar. Sedangkan pada noda botol pelarut 2 dan 4
noda tidak bergerak naik tetapi warna dari noda tampak terlihat pada garis
dengan warna noda cream pudar.
·
Pengujian kedelapan
terhada sampel / ekstrak kentang, alat kromatografi kolom disiapkan disumbat
dengan kapas dan kemudian diisi dengan fasa diam berupa silika gel. Fasa diam
diisi sampai stengah dari kolom. Ekstrak kentang yang berwarna hitam ini dicampurkan terlebih dahulu dengan silika
gel kemudian baru dimasukkan kedalam kolom. Pada kromatografi kolom kentang ini
fasa gerak atau eluen atau pelarut yang digunakan adalah kloroform : metanol
dengan perbandingan 3 : 1. Pada kromatografi ini dihasilkan 4 botol pelarut
dimana pada botol pertama pelarut bening, botol kedua pelarut berwarna kuning
keruh, botol ketiga dan botol keempat pelarut kembali berwarna bening.
Kemudian
pelarut yang didapatkan pada setiap botol di tetesi dengan satu tetes metanol
yang kemudian dilakukan uji TLC. Kemudian baik crude maupun pelarut pada setiap
botol ditotolkan pada plat. Pada TLC kentang ini pelarut yang digunakan atau
fasa geraknya yaitu kloroform : metanol (2 : 1). Setelah dilakukan TLC noda
pada botol-botol pelarut tidak ada yang bergerak, sedangkan noda pada crude
tidak bergerak akan tetapi noda crude terlihat di garis dengan warna abu-abu.
·
Pengujian
kesembilan terhadap sampel / ekstrak tomat, alat kromatografi kolom disiapkan diisi
alat kolom dengan fasa diam sampai terisi stengah dari kolom dan pastikan bahwa
silika gel sebagai fasa diam memadat di kolom. Kemudiam sampel tomat yang telah
dicampur dengan silika gel dimasukkan kedalam kolom lebih tepatnya diletakkan
diatas fasa diam, sampel dipadatkan dengan ketinggian kurang lebih 3 cm. Pada
ekstrak tomat ini yang digunakan sebagai fasa geraknya adalah n-heksana : etil
asetat dengan perbandingan pelarut 3 : 1. Setelah dilakukan kromatografi kolom
dengan menggunakan sampel tomat ini maka didapat pelarut hasilnya sebanyak 3
botol. Dimana pada botol pertama pelarut berwarna bening, botol kedua pelarut
berwarna kemerahan dimana pada saat pegumpulan pelarut pada botol 2 ini warna
pada sampel tomat sdh lama-lama mulai menutun, dan pada botol ketiga larutan
kembali menjadi bening.
Kemudiam hasil
yang didapat atau pelarut yang didapat pada tiap-tiap botol ditetesi dengan 1
tetes metanol. Kemudiam pada tiap-tiap
bolol di totolkan ke plat TLC dan juga crude dari ekstrak tomaat. Setelah diuji
dengan menggunakan TLC noda yang bergerak hanyalah noda pada pelarut botol 3.
Dimana noba botol pelararut ke 3 tersebut bergerak naik dengan warna noda
abu-abu kekuningan sedangkan untuk crude dan pelarut pada botol 1 & 2 tidak
ada yang bergerak.
·
Pengujian kesepuluh
terhadap sampel / ekstrak kembang sepatu, alat kromatograsi kolom disiapkan,
kolom yang telah diisi dengan fasa diam berupa campuran silika gel dan larutan
n-heksana. Kemudian kedalam kolom tepatnya diatas fasa diam ekstrak kembang
sepatu dimasukkan ke kolom sebelumnya ekstrak dicampur terlebih dahulu dengan
silika gel agar ekstrak yang awalnya cair menjadi butir-butir padat. Pada
percobaan dengan kromatografi kolom ekstrak kembang sepatu ini fasa gerak yang
digunakan yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 1. Setelah fasa
gerak dialirkan terus menerus dan warna pada sampel turun. Sehingga pada
kromatografi kolom ini pelarut yang didapat dengan warna yang berbeda didapat 3
botol. Dimana pada botol pertama pelarut bening, botol kedua pelarut keruh dan
pada botol ketiga pelarut keruh namun sedikit pudar.
Kemudian hasil
dari kromatografi kolom kembang sepatu tersebut diuji kembali dengan
kromatografi lapis tipis. Crude dan pelarut-pelarut disetiap botol ditotolkan
pada plat TLC, sebelumnya disetiap botol ditetesi terlebih dahulu dengan 1
tetes metanol. Eluen yang digunakan pada TLC kembang sepatu ini yaitu n-heksana
: etil asetat dengan perbandingan 3 : 2. Setelah di TLC didapatkan bahwa tidak
ada noda yang bergerak namun noda pada crude dari kembang sepatu warnanya
terlihat pada garis dengan warna cream pudar.
IX. Pertanyaan Pasca
- Apa fungsi dimasukkannya n-heksana pada kolom saat penyiapan alat?
- Bagaimana cara kita mengetahui bahwa sampel yang akan diuji dengan kromatografi kolom cocok menggunkan pelarut yang akan digunakan?
- Mengapa pada uji tlc pada sampel buah naga yang sebelumnya telah dilakukan kromatografi kolom yang bergerak hanyalah noda crudenya saja?
X. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah kami lakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:
- Identifikasi senyawa dilakukan dengan menghitung dan
membandingkan harga Rf semua zat yang terpisah dengan Rf zat autentuk
yaitu dengan rumus: Rf = jarak yang ditempuh senyawa / jarak garis depan
pelarut
- Adapun yang dimaksud dengan pemisahan secara
kromatografi ialah pemisan suatu zat aktif yang terkandung di dalam suatu
sampel berdasarkan kemampuan bergerak dalam fasa diam dan fasa gerak.
- Pada kromatografi lapis tipis menggunakan prinsip kerja dengan pemisahan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut atau eluen yang di gunakan.
XI. Daftar Pustaka
Khopkar, S.M. 2010. Konsep
Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Tim kimia organik 1. 2016. Penuntun
praktikum kimia organik 1. Jambi: Universitas Jambi
Yoshito, Takeuchi. 2009. Introduction to chemistry. Iwanami
XII. Lampiran
hasil TLC terhadap sampel wortel
hasil TLC terhadap sampel semangka
proses kromatografi kolom
proses TLC
10 sampel tanaman